Menarik untuk dikaji tentang keberadaan perlengkapan atau pakaian adat Sumbawa yang selama ini sudah menjadi pakaian resmi dalam upacara-upacara adat Sumbawa. Adalah Songko atau kopiah ; yang dipakai selama ini ternyata mengundang pertanyaan, apakah betul Songko atau kopiah itu bagian dari pakaian adat Tau Samawa. Pertanyaan ini sangat wajar karena banyak alasan antara lain, bahwa hingga saat ini tidak seorang pun dari Tau Samawa yang mengetahui bahwa Songko itu dibuat atau pernah dibuat oleh orang Sumbawa.
Di Sumbawa orang menyebutnya dengan SONGKO BONE atau ada pula yang menyebutmya dengan KILO-KILO. Disebut Songko Bone karena awalnya Songko itu didatangkan atau dibawa dari Kerajaan Bone Sulawesi. Sekarang Kilo-kilo itu bisa dipesan bebas di Makassar atau didaerah lain di Sulawesi. Tapi mengapa Songko Bone itu lalu menjadi Songko Samawa atau menjadi kelengkapan pakaian adat Tau Samawa ??
Masarakat Sumbawa dahulu nya hanya mengenal SAPU dan CIPO sebagai penutup kepala. Sapu untuk laki-laki dan Cipo untuk wanita. Sapu maupun Cipo ini hingga sekarang masih dipergunakan sebagian besar masarakat Sumbawa pada upacara-upacara adat. Namun ketika pengaruh Raja Bone Sulawesi mulai merambah kehidupan masarakat Sumbawa khususnya kalangan Istana di Sumbawa pada masa lalu, sejumlah kelengkapan adat termasuk pakaian adat Bone pun ikut mewarnai pakaian adat Tau Samawa. Dari catatan yang ada bahwa saat itu Songko Bone ini hanya boleh dipakai oleh pembesar negeri sedangkan orang kebanyakan tetap menggunakan Sapu maupun Cipo ini. Sapu bagi laki-laki harus lengkap dengan SALEMPANG dan KRE ALANG ( Kain Tenunan Khas Samawa ) yang disarungkan dan dilipat hingga sebatas lutut dan menggunakan kemeja dan celana panjang. Sedangkan Cipo bagi wanita, lengkap dengan LAMUNG PENE ( baju adat Samawa ). Untuk wanita-wanita dikalangan istana penutup kepala ini dikenal dengan sebutan CIPO CINDE.
Untuk pembesar kerajaan, perbedaannya selain pada Songko Bone juga baju yang dipakai berlainan dengan orang kebanyakan. Menggunakan celana panjang dan baju berwarna hitam ditambah KRE ALANG yang disarungkan dan dilipat sebatas lutut. Model bajunya bukan kemeja, melainkan baju semi jas dengan leher sanghai mirip dengan pembesar Belanda lengkap dengan rantai jam yang menggantung di kantong baju bagian atas. Ini mungkin pengaruh Belanda yang juga sempat hadir dalam kancah kehidupan Tau Samawa,khususnya kalangan kerajaan Sumbawa. Untuk diketahui bahwa model baju dengan leher sanghai plus kelengkapannya ini, juga dipakai oleh masarakat Betawi dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Lalu sekarang, dalam upaya kita melestarikan budaya desa darat ini, apakah kita juga akan mempertahakan perbedaan ini, bahwa ada pakaian adat untuk pembesar negeri dan ada pakaian adat untuk orang kebanyakan. Kalau kita tetap mempertahakan Kilo-Kilo ini sebagai bagian dari kelengkapan pakaian adat Samawa, maka sangat lucu ketika Songko itu sendiri tidak dibuat oleh orang Sumbawa dan untuk memilikinya sudah pasti kita akan memesannya dimana Songko itu diproduksi.
Atau kita akan menyama-ratakan pakaian adat Tau Samawa ini dengan merubah penutup kepala dari Songko Bone atau Kilo-Kilo ini menjadi hanya menggunakan SAPU dan CIPO ??. Karena untuk memilikinya sangat mudah. Walau sudah jarang, tetapi masih banyak orang Sumbawa yang mampu membuatnya.
Sumber : sumbawa-beritaphoto.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment